Presiden Joko Widodo telah meneken Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) kejahatan seksual terhadap anak.
Perppu Nomor 1 Tahun 2016 itu merupakan perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Media kerap menyebutnya Perppu Kebiri, mengacu pada salah satu hukuman tambahan yang termuat di dalamnya.
Perppu Kebiri memuat pemberatan pidana dan hukuman tambahan bagi pelaku kejahatan seksual terhadap anak.
Hukuman tambahannya berupa kebiri kimiawi, pengumuman identitas ke publik, dan pemasangan alat deteksi elektronik. Adapun pemberatan pidana yaitu penambahan sepertiga dari ancaman pidana, hukuman mati, penjara seumur hidup, serta pidana penjara maksimal 20 tahun penjara dan minimal 10 tahun penjara.
Perkara beda pendapat
Komnas Perempuan mengkritik Perppu itu, terutama ihwal masuknya hukuman mati dan kebiri kimiawi. Menurut mereka, kedua hukuman itu tidak sesuai dengan Konvensi Anti Penyiksaan, yang diratifikasi Indonesia melalui UU No.5/1998.
"(Konvensi Anti Penyiksaan) melarang segala bentuk penghukuman yang kejam, tidak manusiawi dan/atau merendahkan martabat kemanusiaan. Hukuman mati dan hukuman kebiri termasuk dalam bentuk hukuman ini," demikian termaktub dalam pernyataan sikap Komnas Perempuan.
Komnas Perempuan mensinyalir penerbitan Perppu itu sekadar merespons desakan emosional publik, tanpa mempertimbangkan keroposnya penegakan hukum yang ada di Indonesia. Mereka menyebut masalah utama kekerasan seksual adalah tidak banyak kasus yang sampai ke proses peradilan dan mendapatkan sanksi hukum maksimal.
Perppu Kebiri, pun dianggap sekadar menitikberatkan pada upaya membuat jera pelaku. Namun mengabaikan faktor lain, seperti penyebab perempuan dan anak rentan menjadi korban kekerasan, pencegahan, serta pelayanan dan pemulihan terhadap korban.
"(Melalui Perppu Kebiri) kekerasan seksual tidak dilihat sebagai konsep penyerangan atas tubuh manusia melalui tindakan seksual, melainkan semata-mata soal libido" tulis Mariana Amiruddin, Ketua Subkomisi Partisipasi Masyarakat Komnas Perempuan, melalui laman Facebooknya, Rabu (25/5/2016).
Komnas Perempuan juga menganggap pemerintah terkesan membedakan antara kekerasan seksual terhadap anak dan perempuan. Padahal, dalam hemat mereka, baik anak dan perempuan sama-sama rentan terhadap kekerasan seksual.
Di sisi lain, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) justru memuji langkah Presiden Jokowi menerbitkan Perppu Kebiri. Ketua KPAI Asrorun Niam mengatakan Perppu Kebiri menunjukkan keseriusan Jokowi dalam mencegah dan menangani kejahatan seksual terhadap anak. "Perppu ini diharapkan dapat memberikan efek jera sehingga dapat mencegah tindak kejahatan seksual terhadap anak," kata Asrorun, dilansir detikcom, Rabu (25/5/2016).
Di Twitter, @FahiraIdris --dipercaya sebagai akun milik anggota Dewan Perwakilan Daerah, Fahira Idris-- mengirimkan 80 seri kicauan, yang menyatakan dukungannya terhadap Perppu Kebiri.
Menurutnya, Perppu ini akan membuat para predator seksual berpikir 1000 kali untuk melakukan aksinya. @FahiraIdrisi juga menyindir argumentasi soal bentuk hukuman mati dan kebiri yang melanggar HAM. "Anda sibuk memikirkan HAM pemerkosa-pemerkosa biadab seperti ini?" tulis akun berpengikut 233 ribu itu.
Pro-kontra ihwal Perppu Kebiri memang meluas hingga di media sosial. Sebagai misal, kami kutip sejumlah komentar netizen.