Bagaimana Puasa dan sholat di Islandia (Matahari Tidak Terbenam Lebih dari 24 Jam)



Tahu negara Islandia? Islandia (Iceland) adalah negeri es yang terletak di daerah kutub utara. Jumlah penduduknya hanya 330 ribuan. Negara tersebut hanya berupa pulau kecil yang luasnya 103.000 kilometer persegi.




Karena letak geografisnya di kutub utara, saat musim panas tiba (seperti saat ini), penduduk yang ada di sana tidak menemukan waktu malam (artinya matahari tidak tenggelam), bahkan bisa berlangsung siang lebih

dari 24 jam. Begitu juga ketika musim dingin tiba, mereka di sana tidak pernah melihat matahari sama sekali.




Walau mayoritas beragama Nashrani, ternyata ada 0,3% yang beragama Islam di Islandia. Bagaimana cara mereka melakukan puasa?




Untuk permasalahan yang terjadi di Islandia sudah dijelaskan oleh para ulama.




Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah menyatakan bahwa yang masalah bukan hanya puasa, namun juga shalat mereka. Namun jika di suatu negara masih mendapatkan siang dan malam, maka waktu siang dan malam tersebut tetap dijadikan patokan untuk hal ibadah, baik ketika siang begitu lama atau begitu singkat.




Namun jika tidak mendapati malam atau siang sama sekali seperti di daerah kutub karena ada yang mengalami siang hingga enam bulan lamanya atau mengalami malam enam bulan lamanya, maka ketika itu baru mereka memperkirakan kapan waktu shalat mereka. (Lihat Majmu’ Fatawa wa Rasail Ibni ‘Utsaimin, 19: 321)




Dalam Fatwa Al-Islam Sual wa Jawab jika ditanyakan hal yang sama tentang kaum muslimin yang hidup di kutub utara, satu kondisi mengalami siang yang hanya 4,5 jam, apa yang mesti dilakukan ketika ingin menjalankan puasa Ramadhan?




Dijawab oleh Syaikh Muhammad Shalih Al-Munajjid hafizhahullah bahwa jika memang ada waktu malam dan waktu siang, maka hendaklah berpuasa Ramadhan mulai dari terbit fajar hingga tenggelamnya matahari, baik siang tersebut itu panjang atau begitu singkat.




Dalam web Saaid.Net, bisa disimpulkan beberapa hal berikut.

Bagi yang masih mendapati waktu siang di musim panas, maka hendaklah menjadikan waktu shalat dan puasa dengan ketetapan yang telah Allah perintahkan (dengan melihat keadaan matahari, pen.). Inilah asalnya sebagaimana ditunjukkan dalam berbagai dalil syar’i.





Untuk daerah yang tidak terbit matahari dalam waktu yang lama hingga sampai enam bulan lamanya atau matahari nampak sampai beberapa hari berturut-turut (tidak pernah tenggelam), maka penentuan waktu shalat dan puasa dengan melihat negara yang paling dekat yang masih nampak terbit dan tenggelam matahari dalam 24 jam, walaupun waktunya nanti berbeda.





Bagi yang mendapati waktu siang yang terlalu panjang sehingga sulit untuk mengerjakan shalat atau dirasakan berat juga untuk berpuasa, maka boleh baginya makan dan minum dengan kadar yang cukup lalu menahan diri dari sisa hari yang ada. Lantas di waktu lain dari setahun, puasa tersebut tetap diqadha’.





Jika memungkinkan kaum muslimin yang berada di negara semacam itu berpindah sesuai kemampuannya ke negara yang siangnya tidak begitu panjang di bulan Ramadhan, lebih-lebih lagi kalau dapat pindah ke negeri muslim, itu lebih baik.





Jika ada kaum muslimin yang secara darurat mesti tinggal di negeri semacam itu, maka hendaklah bersabar dan mengharap pahala yang berlipat dari Allah. Namun ia tetap juga berusaha bisa berpindah ke negeri yang keadaan malam dan siangnya itu berimbang. Karena asalnya tinggal di negeri non-muslim semacam itu hanya untuk keadaan darurat saja, bukan bersifat permanen (terus menerus). Kalau sifat darurat sudah hilang, maka hilanglah hukum untuk tinggal di sana.







Sumber: rumaysho.com

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »